'/> Aboge Dan Cara Penentuan Awal Ramadan Metode Hisab Rukyatul Hilal Dan Hisab Saja -->

Info Populer 2022

Aboge Dan Cara Penentuan Awal Ramadan Metode Hisab Rukyatul Hilal Dan Hisab Saja

Aboge Dan Cara Penentuan Awal Ramadan Metode Hisab Rukyatul Hilal Dan Hisab Saja
Aboge Dan Cara Penentuan Awal Ramadan Metode Hisab Rukyatul Hilal Dan Hisab Saja
Bagaimana cara menentukan awal bulan pahala dan awal lebaran idulfitri? Cara menentukan dan mengetahui awal bulan pahala yang paling simpel yakni nonton televisi. Lihat diberita. Sidang isbat dari pemerintah melalui kementerian agama, di situ niscaya ditentukan. Kapan mulai puasa. Sesederhana itu. Ini bagi kita yang awam dan untuk masa kini, kadab media sudah sangat simpel diakses. Informasi sanggup diketahui dengan cepat.

Kalau dulu, sebelum ada televisi dan media lainnya. Untuk menentukan awal puasa bagi orang awam. Mudah. Ikuti saja para kiai di sekitar. Misalnya kiainya bilang rabu ya sudah. Puasanya rabu.

Nah, para ulama dan kiai itu mempunyai cara tersendiri dalam menentukan awal puasa. Ada yang memakai hisab, ada yang memakai hisab-rukyat. Jadi, pembagiannya begitu. Ada hisab. Ada hisab-rukyat. Tidak ada yang rukyat tanpa  hisab.

Cara hisab sama artinya dengan menghitung. Makara dihitung garis edarnya bulan, waktu peredarannya, sehigga diketahui secara teoretis bahwa, bulan ada di sini dengan ketentuan tinggi sekian derajat.

Cara hisab-rukyat yang ludang keringh sering disebut rukyatul hilal atau metode rukyah, secara harfiah artinya melihat. Dilihat dalam arti sebenarnya. Menggunakan alat indera pengelihatan, yaitu mata. Nah, untuk sanggup melihat dengan sempurna yang kini dibantu oleh teropong. Tetap harus menguasai ilmu hisab dulu. Ilmu hitung. Karena dalam menentukan posisi, waktu, dan sudut pengamatan atau rukyah, harus dipastikan secara spesifik.

Jadi, metode hisab ibarat yang telah digambarkan di atas merupakan penerapan ilmu astronomi. Dalam istilah pesantrennya disebut ilmu falak. Di NU bahkan ada forum khusus yang membidangi ini. Yaitu Lajnah Falakiyah. Biasanya pesantren-pesantren besar juga mempunyai forum falakiyah sendiri.

Jika dibandingkan, antara hisab saja dan hisab-rukyah. Rukyah ini ludang keringh manusiawi. Maksudnya, dalam pengaplikasiannya rukyah ini sangat dipengaruhi oleh fenomena alam. Bukan berarti orang yang melaksanakan metode rukyah tidak pakar hisab.

Masing-masing penerapan metode mempunyai dasar. Tapi, pengguaan metode rukyat menawarkan ikhtiar yang ludang keringh dan kepasrahan yang ludang keringh. Tentu ini berdasarkan saya. Betapa tidak. Kadab secara hisab, sudah diketahui bahwa hilal masih belum wujud tetap melaksanakan pengamatan. Karena mengamati fenomena alam juga merupakan ibadah. Untuk menerima ilmu pengetahuan. Untuk menerima citra nyata, bahwa insan sangat kecil dibanding semesta.

Jika pun misalnya, secara teori hisab diyakini hilal sudah wujud, tapi metode rukyah harus tetap melaksanakan pengamatan. Jika di seluruh Indonesia mendung atau berkabut, maka tidak tampaklah hilal. Tetap dianggap tidak tampak. Berarti belum masuk ramadan. Begitu cara penentuannya. Apakah ini cari lezat sendiri. Tentu tidak. Repot kok melaksanakan pengamatan. Harus menuju daerah strategis, biasanya di tepi pantai, di perbukitan, di gedung tinggi. Bawa-bawa teropong dan alat-alat lain segala.

Mau ikut yang mana? Terserah. Bahkan tidak ikut yang mana-mana pun juga terserah. Hehehe.

Dalam khasanah budaya Jawa, juga dikenal penentuan awal bulan pahala dan awal Syawal dengan hitungan Aboge. Aboge yakni nama yang diambil dari salah satu penyebutan tahun dalam metode hisab yang dihubungkan dan khasanah pengetahuan Jawa. Saya sebut ini yakni metode yang keren hasil temuan pemikir di masanya yang sanggup membumikan islam, astronomi (falakiyah), di tanah Jawa.

Betapa tidak, ilmu falakiyah yang susah (tidak tiruana pesantren mengajarkan ilmu falak) dan kampuspun jarang jurusan astronomi, dibentuk sederhana dengan urutan yang dipadukan dengan weton dan pasaran jawa.

Aboge intinya abreviasi dari Tahun Alif Rebo Wage. Jadi, ada delapan nama tahun, yang artinya sewindu. Kenapa delapan alasannya yakni ada kaitannya dengan tahun kadapat t yang berulang setiap empat tahun sekali.

Penggunaan hitung-hitungan aboge dalam penentuan awal bulan puasa maupun syawal (lebaran) memang kadang terbantahkan oleh metode hisab dan rukyah. Tapi, itu menjadi sebuah ikhtiar dari pemikir di masanya untuk megampangkan penentuan awal Ramadan. Toh melesetnya mungkin cuma sehari dua hari. Tidak mungkin meleset seminggu.

Contohnya, untuk tahun 1539 H (2017 M) berdasarkan hitungan aboge yakni tahun Dal. Rumusnya yakni Daltugi, Tahun Dal Setu Legi, jadi tahun gres suro-nya jatuh pada Sabtu Legi. Rumus penentuan awal bulan bulan pahala yakni Donnemro.

Don nemro = Romadon dino enem pasaran loro (Bulan bulan pahala enam hari pasaran dua). Maksudnya dihitung dari sabtu legi.

Dino enem, jadi dihitung Sabtu (1); Ahad (2); Senin (3); Selasa (4); Rabu (5); Kamis (6).

Pasaran loro, jadi dihitung Legi (1); Pahing (3).

Jadi, berdasarkan rumus hisab ala aboge, bulan pahala tahun 1439 alias tahun 2017 ini, jatuh pada hari Kamis Legi.

Kebetulan hitungan ala aboge sama dengan penentuan awal bulan pahala hasil sidang isbat Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kalau saya, meskipun sedikit mengerti cara menentukan awal puasa bulan pahala ala Aboge, aku tetap menentukan mengikuti pemerintah melalui kementerian agamanya, meskipun sama sekali tidak paham ilmu falak atau astronomi. Sanad keilmuannya ludang keringh jelas.

Seandainya ada yang ikut metode Aboge (misalnya kadab awal puasanya berbeda), itu juga hak pengikutnya. Toh sama-sama berupaya dan diberikhtiar untuk menyambut bulan bulan pahala dengan baik. Silakan saja.

Pesan Cak Rat kepada saya, jangan suka menyalahkan. Nanti, terjerumus ke paham takfiri (suka mengafirkan). Yang ujungnya nanti jadi pengantin bidadari. Naudzubillah.
Advertisement

Iklan Sidebar